Archive for the ‘Hal Kota’ Category

Pilkada Kulon Progo 2011

Pilkada Kulon Progo 2011 bakal diramaikan oleh belasan tokoh masyarakat, politisi, pengusaha, dan pejabat yang mencoba mengadu untung dalam pertarungan kandidasi calon bupati. Sejumlah nama mulai bermunculan, begitu juga dengan sejumlah partai politik  yang sudah memantapkan langkah untuk melakukan penjaringan dan mengelus-elus jago. Baca lebih lanjut

Kabupaten Kulon Progo

KABUPATEN KULON PROGO

 

 

Kabupaten Kulon Progo yang memiliki ibu kota Kecamatan Wates, merupakan salah satu Kabupaten dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Terletak pada posisi paling barat, dengan jarak kurang lebih 45 kilometer dari Kota Yogyakarta sebagai ibu kota Provinsi.

Kabupaten Kulon Progo memiliki luas wilayah 58.627,512 ha (586,28 km2). Terdiri dari 12 kecamatan, 88 desa dan 930 dukuh. Penggunaan tanah di Kabupaten Kulon Progo, meliputi sawah 10.732,04 Ha (18,30%); tegalan 7.145,42 Ha (12,19%); kebun campur 31.131,81 Ha (53,20%); perkampungan seluas 3.337,73 Ha (5,69%); hutan 1.025 Ha (1,75%); perkebunan rakyat 486 Ha (0,80%); tanah tandus 1.225 Ha (2,09%); waduk 197 Ha (0,34%); tambak 50 Ha (0,09%); dan tanah lain-lain seluas 3.315 Ha (5,65%).

 

Kabupaten Kulon Progo memiliki batas wilayah sebagai berikut :

  • Barat : Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah.
  • Timur : Kabupaten Sleman dan Bantul, Prop. D.I. Yogyakarta
  • Utara : Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah
  • Selatan : Samudera Hindia

 

Adapun secara topografis, Kabupaten Kulon Progo berada pada posisi batas;

  • Barat                     : 110 derajat Bujur Timur                              1’            37″
  • Timur                    : 110 derajat Bujur Timur 16’          26″
  • Utara                     : 7 derajat Lintang Selatan 38’          42″
  • Selatan                 : 7 derajat Lintang Selatan 59’          3″

 

Kabupaten Kulon Progo menghampar pada wilayah yang berkontur dan memiliki ketingggian yang berbeda-beda. Terdapat sekitar 55,63% wilayah Kulon Progo berada pada ketinggian antara 0 – 100 meter diatas permukaan laut (dpal). Meliputi wilayah Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Galur dan Lendah. merupakan wilayah pantai sepanjang 24,9 km, apabila musim penghujan merupakan kawasan rawan bencana banjir

 

Sedangkan 33,0 % dari wilayah Kulon Progo berada pada ketinggian antara 101 – 500 meter dpal, yang meliputi wilayah Kecamatan Sentolo, Pengasih dan Kokap. Dan terakhir, tidak kurang dari 11,37 % wilayah Kulon Progo berada pada ketinggian diatas 500 meter di atas permukaan laut. Wilayah ini meliputi Kecamatan Nanggulan, Girimulya, Kalibawang dan Samigaluh.  Wilayah ini penggunaan tanah diperuntukkan sebagai kawasan budidaya konservasi dan merupakan kawasan rawan bencana tanah longsor. Distribusi wilayah kabupaten Kulon Progo menurut kemiringannya adalah:

 

  • 40,11 %                 berada pada kemiringan < 2 derajat,
  • 18,70 %                 berada pada kemiringan 3 – 15 derajat,
  • 22,46 %                 berada pada kemiringan 16 – 40 derajat
  • 18,73 %                 berada pada kemiringan > 40 derajat.

Kabupaten Kulon Progo dilewati 2 (dua) prasarana perhubungan yang merupakan perlintasan nasional di Pulau Jawa, yaitu jalan Nasional sepanjang 28,57 km dan jalur Kereta Api sepanjang kurang lebih 25 km. Hampir sebagian besar wilayah di Kabupaten Kulon Progo dapat dijangkau dengan menggunakan transportasi darat.

Curah hujan di Kulon Progo rata-rata per tahunnya mencapai 2.150 mm, dengan rata-rata hari hujan sebanyak 106 hari per tahun atau 9 hari per bulan dengan curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan terendah pada bulan Agustus. Suhu terendahnya lebih kurang 24,2°C (Juli) dan tertinggi 25,4°C (April), dengan kelembaban terendah 78,6% (Agustus), serta tertinggi 85,9% (Januari). Intensitas penyinaran matahari rata-rata bulanan mencapai lebih kurang 45,5%, terendah 37,5% (Maret) dan tertinggi 52,5% (Juli).

Sumber air baku di Kabupaten Kulon Progo meliputi 7 (tujuh) buah mata air, Waduk Sermo, dan Sungai Progo. Mata air yang sudah dikelola PDAM meliputi mata air Clereng, Mudal, Grembul, Gua Upas, dan Sungai Progo. Di Kecamatan Kokap, mata air dikelola secara swakelola oleh pihak Kecamatan dan Desa, yang kemudian disalurkan secara gravitasi dengan sistem perpipaan.

Wilayah Administrasi dan Jumlah Pegawai

Untuk memudahkan operasional dalam melayani penduduknya, Kabupaten Kulon Progo membagi wilayahnya dalam jenjang administratif, meliputi;

  • 12          kecamatan
  • 88           Desa (13 desa perkotaan dan 75 desa perdesaan),
  • 930         Pedukuhan
  • 1.825     Rukun Warga
  • 4.469     Rukun Tetangga

 

Untuk mendukung pelaksanaan tugasnya, Kabupaten Kulon Progo diperkuat dengan jajaran birokrasi yang terdiri dari pegawai instansi vertikal dan daerah. Adapun jumlah pegawai instansi vertikal sebanyak 2.634 orang dan pegawai instansi daerah sebanyak 9.606 orang. Berikut adalah tabel tentang jumlah dan prosentase Pegawai instansi di Kabupaten Kulon Progo menurut tingkat pendidikan :

Tabel I: Pegawai Instansi Vertikal

SD SMP SMA D1, D3 D4, S1, S2 Total
Jumlah 60 247 1.387 216 724 2.634
Prosentase 2,3 9,4 52,7 8,2 27,5 100

Sumber Data:  Kulon Progo Dalam Angka 2009.

Tabel II: Pegawai Instansi Daerah

SD SMP SMA D1, D3 D4, S1, S2 Total
Jumlah 155 320 2.649 2.983 3.499 9.606
Prosentase 1,6 3,3 27,6 31,1 36,4 100

Sumber Data:  Kulon Progo Dalam Angka 2009.

 

Kondisi Demografi

Jumlah Penduduk Kabupaten Kulon Progo tahun 2008 menurut Proyeksi Penduduk Hasil SUPAS tahun 2005 sebanyak 374.783 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki 184.562 jiwa (49,25 %) dan penduduk perempuan 190.221 jiwa (50,75%). Tingkat pertumbuhan diperkirakan sebesar 0,09 % pertahun.

 

Jumlah rumah tangga di Kabupaten Kulon Progo sebesar 104.550 KK  dengan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga adalah 4 orang. Jumlah rumah tangga pada tingkat kecamatan tertinggi terdapat di Kecamatan Sentolo, yaitu sebesar 11.059 KK. Sedangkan yang terendah terdapat di Kecamatan Girimulyo yaitu sejumlah 6.484 KK.  Pertambahan penduduk tahun 2008 sebanyak 2.839 jiwa, terdiri dari jumlah penduduk yang lahir dan datang sebanyak 7.882 jiwa dikurangi  dengan jumlah penduduk yang mati dan pergi sebanyak 5.043 jiwa.

 

Kepadatan penduduk Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2008 sebesar 639 jiwa/km persegi. Sedangkan untuk Kecamatan Kokap, Girimulyo, Kalibawang dan Samigaluh, kepadatan penduduknya  masih di bawah rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Kulon Progo

Ekonomi, Sosial dan Budaya

Di Kabupaten Kulon Progo terdapat kepala keluarga pra sejahtera sebanyak 44.428 keluarga (37,09 %), Keluarga Sejahtera  I sebanyak 22.850 keluarga (19,07 %), Keluarga Sejahtera II sebanyak 14 707 keluarga (12,28 %), dan Keluarga Sejahtera III sebanyak 32 762 keluarga (27,35 %) dan KS III+ sebanyak 5.042 keluarga (4,21 %). Adapun persebaran rumah tangga miskin, pra keluarga sejahtera dan keluarga sejahtera I pada tiap kecamatan di seluruh Kabupaten Kulon progo, bisa dilihat pada tabel-tabel dibawah ini.

 

 

Tabel III: Persebaran Rumah Tangga Miskin per Kecamatan Tahun 2008

No.         Kecamatan                         Pra Keluarga Sejahtera                    Keluarga Sejahtera  1

1            Temon                                                    992                                                        524

2            Wates                                                   1 771                                                        752

3            Panjatan                                              2 837                                                        842

4            Galur                                                        966                                                      1 155

5            Lendah                                                                 3 775                                                      1 696

6            Sentolo                                                4 352                                                      1 544

7            Pengasih                                              3 723                                                         570

8            Kokap                                                   4 787                                                         911

9            Girimulyo                                            2 424                                                         664

10           Nanggulan                                          1 913                                                         412

11           Kalibawang                                        2 823                                                      1 385

12           Samigaluh                                           3 498                                                         809

Sumber Data:  Kulon Progo Dalam Angka 2009.

 

Perkembangan jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten Kulon Progo sejak tahun 2007 cenderung sudah berkembang kearah yang lebih baik. Dimana pada tahun 2006 terdapat lebih dari 38 ribu keluarga pra sejahtera, angka ini berhasil ditekan dan berkurang secara signifikan pada tahun 2008. Bahkan data tahun 2008 menunjukkan prestasi yang lebih baik daripada tahun 2004 (lihat tabel IV).

 

Tabel IV: Jumlah Rumah Tangga Miskin Kulon Progo menurut Tahun

Tahun Pra Keluarga Sejahtera Keluarga Sejahtera I
2008 33.861 11.264
2007 35.920 11.831
2006 38.439 15.049
2005 36.465 16.290
2004 36.356 16.373

Sumber Data:  Kulon Progo Dalam Angka 2009.

 

Adapun persebaran rumah tangga miskin menurut jenjang kemiskinannya pada tahun 2008 bisa dilihat pada table dibawah ini.

 

 

 

 

Tabel V: Persebaran Rumah Tangga miskin menurut jenjang kemiskinan tahun 2008

 

Kecamatan Keluarga Program Harapan Rumah Tangga Sederhana Rumah Tangga Hampir Miskin Rumah Tangga Miskin Jumlah
Temon 212 503 1335 439 2643
Wates 364 351 1732 573 3185
Panjatan 247 286 2034 668 3475
Galur 129 105 1649 587 2575
Lendah 257 156 2165 626 3426
Sentolo 266 1376 1338 694 3991
Pengasih 221 1330 2172 721 4768
Kokap 328 1606 1695 816 4787
Girimulyo 450 959 1285 524 3551
Nanggulan 94 628 1066 452 2414
Kalibawang 289 909 1440 839 3765
Samigaluh 401 826 1158 680 3498
KULONPROGO 3258 9035 19069 7619 42078

Sumber Data:  Kulon Progo Dalam Angka 2009.

 

Mayoritas penduduk Kulon Progo adalah petani. Maka tidak mengherankan jika kemudian sektor pertanian tetap menjadi penyumbang terbesar bagi Produk Domestik Redional Bruto (PDRB) Kabupaten Kulon Progo. Sekalipun luas lahan pertanian cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun, namun produktifitas hasil pertanian berhasil terus ditingkatkan.

 

Selain pertanian, sektor jasa juga memberikan kontribusi signifikan bagi PDRB Kulon Progo dan menduduki peringkat kedua. Selanjutnya penyumbang besar PDRB pada peringkat ketiga adalah sector perdagangan, hotel dan restoran. Berikutnya secara berturut-turut adalah industri pengolahan, angkutan dan komunikasi, keuangan, konstruksi,  pertambangan dan galian. Serta yang terakhir adalah sektor enerji (listrik dan gas) dan air bersih. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel VI di bawah ini.

 

 

Tabel VI:

Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha

Atas Dasar Harga Berlaku di Kabupaten Kulon Progo (Juta Rupiah),2005 – 2008

 

Lapangan Usaha                                                   2005                     2006                        2007                      2008

1. Pertanian                                                          498.428               561.650                 617.409                 729.521

2. Pertambangan dan Penggalian                  18.341                 28.775                    29.571                   30.423

3. Industri Pengolahan                                     326.305               371.830                 414.037                 458.172

4. Listrik Gas dan Air Bersih                          17.691                 20.069                    22.851                   25.107

5. Bangunan                                       106.197               132.618                 155.846                 173.721

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran         335.249               392.127                 429.017                 493.782

7. Angkutan dan Komunikasi                         220.080              266.129                 290.696                 328.755

8. Keuangan, Persewaan dan Jasa              125.394               139.154                 162.554                 180.932

9. Jasa – jasa                                                        426.678               502.608                 550. 881                617.752

 

PDRB     (juta rupiah)                                    2.074.363          2.414.960           2.672.861          3 038.165

Penduduk Pertengahan Tahun (jiwa)       373.770                374.142                 374.445                 374.783

PDRB PER KAPITA (rupiah)                        5 549 837           6 454 661           7 138 195           8 106 465

Sumber Data:  Kulon Progo Dalam Angka 2009.

 

Dengan pendapatan perkapita yang terus meningkat, maka pengeluaran perkapita dari penduduk Kulon Progo juga semakin meningkat. Namun demikian pengeluaran penduduk untuk memenuhi kebutuhan makan tetap lebih besar dibanding pengeluaran untuk kebutuhan non makanan. Hal ini menandakan bahwa mayoritas penduduk Kulon Progo masih, disibukkan untuk memenuhi kebutuhan primernya.  Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel VIII di bawah ini.

 

Tabel VIII: Pengeluaran Rata-rata (rupiah) Perkapita Sebulan

Menurut Jenis Pengeluaran Penduduk Kabupaten Kulon Progo, 2004 – 2008

Tahun   Makanan             Persen                  Non Makanan                   Persen                  Jumlah                    %

2004       105.937                 62,68                       63.077                                37,32                     169.014                 100,00

2005       104.433                 51,80                       96.256                                 48,20                     199.689                 100,00

2006       121.896                 53,26                     106.955                                 46,74                     228.851                 100,00

2007       136.156                 60,20                       90.032                                 39,80                     226.187                 100,00

2008       141.046                 60,70                       91.317                                 39,30                     232.363                 100,00

Sumber Data : Kulon Progo Dalam Angka 2009

Sementara itu, kondisi dan perkembangan sosial di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2008 yang dipantau melalui indikator agama, kesehatan, keamanan, yang ada pada masyarakat, telah cukup mencerminkan adanya hubungan dan toleransi yang saling terkait. Dari 374.783 penduduk Kabupaten Kulon Progo mayoritas adalah pemeluk agama Islam yaitu 93,80 persen, agama Kristen 1,30 persen, agama Katholik 4,73 persen, agama Budha 0,17 persen, dan agama Hindu 1,33 persen.

Tempat peribadatan yang tersedia juga cukup memadai, yaitu tiap kecamatan rata-rata memiliki 82 masjid, 42 mushola, 42 langgar, 1 gereja Kristen, 3 rumah kebaktian, 1 gereja Katholik, dan 4 kapel. Sedangkan tempat ibadah bagi umat Budha, Wihara, hanya terdapat di Kecamatan Girimulyo yaitu 5 Wihara dan 1 cetya.

Adapun fasilitas kesehatan yang tersedia di Kabupaten Kulon Progo didukung dengan adanya  3 rumah sakit umum, di kecamatan Wates 2 buah dan di kecamatan Temon 1 buah. Ketiga RS tersebut memiliki kapasitas 231 tempat tidur, dengan 54 orang dokter. Selain RS, Kulon Progo juga memiliki 20 puskesmas dan 61 puskesmas pembantu,  yang diperkuat dengan jajaran dokter Puskesmas sejumlah 76 orang, dan paramedis lain sebanyak 466 orang yang tersebar di rumah sakit dan puskesmas yang ada di Kulon Progo.

Kebanyakan kasus kesehatan paling menonjol yang ditangani oleh RSUD Wates maupun tempat pelayanan kesehatan lainnya adalah penyakit panas ,asma, pilek dan diare. Di sisi lain indikator kesehatan balita dapat dilihat dari hasil penimbangan balita yang menunjukkan indikasi yang positip. Rata-rata tiap bulan jumlah balita yang ditimbang di posyandu sebanyak 23.038 anak, dan yang naik berat badannya ada 14.674 anak (63,69 persen). Namun demikian, sayangnya masih ada balita yang mengalami gizi buruk, yaitu sejumlah 209 anak.

Selain itu, gambaran sisi yang tidak kondusif juga terjadi di Kabupaten Kulon Progo. Secara sosial kemasyarakatan hal ini dapat dilihat dari data kejahatan yang terjadi.  Jumlah kejahatan yang terjadi sebanyak 139 kasus. Kejahatan yang terungkap membawa konsekuensi dengan bertambahnya jumlah napi, Pada tahun 2008 jumlah tambahan napi berdasarkan putusan pengadilan  mencapai 237 orang.

Klasifikasi tambahan narapidana berdasarkan  umur, terdiri dari dewasa sebanyak 90,30 persen, pemuda sebanyak 5,49 persen, dan anak-anak 4,22 persen. Adapun berdasar lama hukuman tercatat napi dengan lama kurungan <1 tahun ada 83,97 persen, 1-5 tahun 12,66 persen, lebih dari 5 tahun 0,84 persen. Tidak ada terpidana mati dan penjara seumur hidup di Kulon Progo.

Sebagaimana halnya dengan daerah lain, Kabupaten Kulon Progo juga mendorong dan member ruang yang kondusif bagi berkembangnya kesenian daerah. Sebab kesenian daerah merupakan kekayaan budaya yang harus dilestarikan. Kabupaten Kulon Progo mempunyai perkumpulan kesenian tari sebanyak 308, seni musik sebanyak 714, seni teater sebanyak 90, dan kesenian seni rupa sebanyak 122, yang terdiri dari seni lukis sebanyak 25 kelompok, seni ukir sebanyak 12, seni dekorasi 77 kelompok, dan seni tatah wayang kulit sebanyak 8 kelompok.

Dalam bidang ketenaga kerjaan, jumlah pencari kerja baru pada tahun 2008 tercatat sebanyak 6.912 orang. Pencari kerja baru ini terbagi dalam jenjang tingkat pendidikan SD sebanyak 107 orang (1,55 %), setingkat SLTP 530 orang (7,67 %), SLTA sederajat 4.200 orang (60,76 %), Diploma 721 orang (10,43 %), dan sarjana 1.354 orang (19,59 %).  Jumlah tenaga kerja yang berhasil ditempatkan pada tahun 2008 sebanyak 5.765. Terbagi dalam jenjang tingkat pendidikan SD sebanyak 163 orang (2,36 %), SLTP 517 (7,48 %), SLTA sederajat 3.460 orang (50,06 %), Diploma sebanyak 552 orang (7,99 %), dan sarjana 1.073 orang (15,52 %).

Potensi Daerah

Kabupaten Kulon Progo memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Selain potensi dalam bidang sumberdaya manusia yang memiliki ketrampilan dalam membuat berbagai barang kerajinan dan etos kerja yang tinggi. Kulon Progo juga memiliki potensi sumber daya alam yang patut untuk didaya usahakan potensinya. Potensi-potensi ini mencakup dalam sector pertanian, pertambangan, transportasi, pariwisata, dan perdagangan.

 

a.       Sektor Pertanian

Sudah menjadi fenomena nasional bahwa luas lahan sawah semakin berkurang. Luas lahan sawah menurut jenis irigasi tidak jauh berbeda kondisinya dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2008 luas lahan sawah yang diairi dengan irigasi teknis sebesar 73,07 %, irigasi setengah teknis 6,49 %, D.I kecil 12,38 %, dan tadah hujan 8,06 %.

 

Luas lahan sawah yang irigasinya dari Bendungan Sermo seluas 3.354 hektar meliputi kecamatan temon,Wates, .Panjatan, Pengasih dan Kokap. Luas lahan kering adalah 47,794 hektar, dimana 19.273 hektar (40,32 %) merupakan lahan pekarangan/lahan untuk bangunan dan 15.219 (32,22 %) merupakan lahan tegal/kebun.

Kabupaten Kulon Progo sebagai daerah agraris, mayoritas penduduknya masih berusaha pada sektor pertanian. Dari hasil Pendataan Usaha Tani 2009 terdapat 51.877 Rumah Tangga Tani yang mengusahakan tanaman Padi , Jagung, Kedelai dan Tebu (PJKT). Prosentase terbesar adalah Padi yaitu 54,30 %, kemudian Jagung sebesar 32,72 %, Kedelai sebesar 12,95 % dan Tebu sebesar 0,04 %.

Konsekuensi dari perluasan area pekarangan/lahan untuk bangunan adalah upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi/palawija. Upaya ini berhasil dilakukan Pemkab Kulon Progo, dengan perbandingan yang bisa dilihat pada tahun 2006 yang menunjukkan data peningkatan produktifitas padi  dari 58,00 kw/ha menjadi 60,94 kw/ha. Demikian juga halnya yang terjadi untuk  produktivitas tanaman jagung dari 58,38 kw/ha menjadi 62,45 kw/ha, ketela pohon dari 154,18 kw/ha menjadi 165,75 kw/ha, kedelai dar 13,73 kw/ha menjadi 14,81 kw/ha dan kacang hijau dari 6,58 kw/ha menjadi 6,82 kw/ha. Tetapi ada juga yang produktivitasnya mengalami penurunan yaitu kacang tanah dari 12,82 kw/ha menjadi 8,96 kw/ha dan ketela rambat dari 101,20 kw/ha menjadi 100,00 kw/ha

Selain padi dan palawija, potensi pertanian Kulon Progo juga ditunjang oleh pembudidayaan tanaman hortikultura, terutama buah-buahan. Buah-buahan potensial di kabupaten Kulon Progo sampai tahun 2008 adalah mangga, durian dan rambutan yang dihasilkan oleh kecamatan Kokap, Kalibawang dan Samigaluh. Sedangkan untuk melon dan semangka potensial dihasilkan di kecamatan Temon, Wates, Panjatan dan Galur.

 

Selain memiliki kondisi geografis dan iklim yang cocok untuk pemuliaan tanaman, Kulon Progo juga merupakan tempat yang tepat bagi usaha peternakan. Baik untuk budi daya ternak besar maupun unggas. Persediaan HMT untuk ternak besar cukup memadai, sehingga banyak peternakan sapi perah yang berdiri disini. Pada tahun 2008 produksi susu sapi perah di Kulon Progo sebesar 25.255 liter, sayangnya angka ini mengalami penurunan 26% dari produksi tahun 2007.

 

Namun demikian, yang cukup menarik adalah jumlah produksi telur ayam yang berhasil  ditingkatkan hingga sejumlah 4.614.754 butir telur, atau meningkat 21,78%.

 

b.      Pertambangan

Kulon Progo memiliki potensi kandungan bahan tambang yang beragam, mulai dari pasir, mangaan, hingga besi. Untuk besi potensi ini menghampar disepanjang pantai selatan, dan saat ini sedang diupayakan eksplorasi, namun masih terkendala oleh adanya penolakan dari sebagian warga.

 

c.       Transportasi

Kulon Progo berada pada jalur lintas selatan transportasi darat di Pulau Jawa, daerah ini merupakan jalur darat yang musti dilewati untuk menghubungkan Jawa bagian barat dengan Jawa bagian timur, melalui lintas selatan P Jawa.

 

Selain itu, Kulon Progo juga merupakan tempat ideal bagi dibangunnya pelabuhan laut dan udara. Karena secara geografis Kulon Progo, berada di tepi Samudera Indonesia.

 

d.      Pariwisata

Kabupaten Kulon Progo memiliki Pantai sepanjang 24 kilometer, bukit, mata air, gua, dan sungai.

 

e.      Industri dan Perdagangan

Dengan dibangunnya sarana pelabuhan laut dan udara, maka Kulon Progo akan berkembang sebagai kota industry dan perdagangan yang

Soekarno dan Ibu Kota Sementara, Yogyakarta

Sumber: www.AnneAhira.com

Belum genap setahun Republik ini diproklamasikan, tentara sekutu menyerbu dan menduduki Jawa. Akibatnya, pada akhir 1945, situasi Jakarta sebagai ibu kota negara menjadi genting. Pasukan sekutu masuk ke Indonesia. Mereka ditugasi untuk melucuti persenjataan tentara Jepang di pasifik dan menjaga stabilitas keamanan di Indonesia.

Namun, apa lacur, proklamasi 17 Agustus 1945 yang mendeklarasikan Indonesia sebagai bangsa merdeka dan berdaulat, telah menunjukkan kenyataan lain pada sekutu. Kedatangan sekutu disambut perlawanan oleh laskar rakyat dan eks tentara PETA yang berusaha dengan gigih untuk tetap dapat mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Situasi ini memaksa Presiden Soekarno bersedia memenuhi tawaran Sultan Hamengku Buwono IX. Ia kemudian memindahkan ibu kota Negara RI dari Jakarta ke Yogyakarta pada 13 Januari 1946. Dipilihnya kota Yogyakarta bukannya tanpa alasan. Pertama, alasan geografis dimana Yogyakarta tepat berada di jantung pulau Jawa. Kedua, alasan kedekatan sejarah antara Kasultanan Yogyakarta dan Kerajaan Belanda.

Dengan demikian, Yogyakarta menjadi pusat kegiatan Republik yang tidak terganggu. Pasukan sekutu  tidak bisa dengan cepat menduduki kota Yogyakarta karena masih disibukkan dengan tugas utamanya di Jakarta.

Berbenah di Yogyakarta

Jeda waktu ini bisa dimanfaatkan oleh Tentara Republik untuk membangun markas besar dan mengkonsolidasikan pasukan. Demikian juga dengan berbagai organisasi semi-militer dan politik yang tidak terhitung banyaknya. Mereka beramai-ramai ikut pindah ke Yogyakarta.

Pada 19 Desember 1948, lagi-lagi Belanda melancarkan Agresi Militer dengan menduduki lapangan udara Maguwo. Tentara Belanda lantas merangsek masuk ke kota dan berhasil menawan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, dan pemimpin lain di Istana Gedung Agung Yogyakarta.

Selanjutnya, para pimpinan nasional yang tertawan tersebut diasingkan ke Prapat, kemudian ke Bukit Menumbing, Bangka. Demi melihat itu, Sultan Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII meletakkan jabatan Kepala Daerah yang mereka sandang, sebagai wujud protes kepada Belanda.

Serangan Balik

Sultan Hamengku Buwono IX dan Letkol. Soeharto kemudian berinisiatif untuk menyusun rencana serangan kepada militer Belanda. Serangan ini penting dan berguna untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Republik Indonesia masih eksis.

Atas kerja sama Tentara Republik dan laskar rakyat, rencana tersebut akhirnya berhasil dilaksanakan pada 1 Maret 1949, dan dikenal dengan peristiwa Serangan Oemoem 1 Maret atau peristiwa 6 jam di Jogja.

Serangan ini berhasil membuka mata dunia bahwa Republik Indonesia masih ada. Akhirnya, dunia internasional bereaksi dan mengeluarkan kutukan terhadap Agresi Militer Belanda di Yogyakarta ini.

Situasi ini memaksa Dewan Keamanan PBB untuk semakin kuat menekan Belanda. Akhirnya, Presiden Soekarno dan pimpinan Nasional lainnya dibebaskan, dan pada 6 Juli 1949, Presiden Soekarno sudah tiba kembali di Yogyakarta.

Pameran Orasi Tritura: Oase Pelukis Muda Yogyakarta

Sumber: www.AnneAhira.com

Bisa dilibatkan dalam suatu pameran, merupakan obsesi banyak pelukis muda. Karena dengan mengikuti pameran, maka karyanya bisa disosialisasikan kepada masyarakat, selain itu masukan atau kritikan dari para kurator juga bisa didapat untuk makin mematangkan kreatifitasnya.

Namun, keberadaan pameran yang khusus diperuntukkan bagi pelukis muda sangat jarang dilakukan. Kebanyakan pameran dimaksudkan untuk jadi media jual beli lukisan, dengan sendirinya lukisan yang dipamerkan biasanya hasil karya pelukis-pelukis yang sudah memiliki nama.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa untuk menyelenggarakan suatu pameran lukisan memerlukan biaya besar. Karena pertimbangan itulah maka kebanyakan pameran hanya memajang lukisan karya pelukis yang sudah punya nama, agar bisa terjadi transaksi.

Kecenderungan yang demikian, membuat keberadaan pelukis muda semakin terpojok.

Melihat fenomena ini, Ruang Seni Ars Longa mencoba memfasilitasi pelukis muda Yogyakarta, dengan membuat pameran secara regular. Perlu diingat bahwa Yogyakarta sejak zaman dulu hingga sekarang merupakan gudangnya pelukis.

Nama-nama besar seperti Affandi, Sapto Hudoyo, Edi Sunarso, Amri Yahya, Joko Pekik, dan lain sebagainya memiliki akar sejarah kreatifitas yang kuat dengan kota ini.

Ars Longa bukan hanya memfasilitasi pameran lukisan, tetapi juga memberi ruang bagi seniman muda lain yang berkeinginan untuk mengekspresikan kreatifitas seninya dalam bentuk seni instalasi atau performance art.

Beberapa waktu lalu Ars Longa juga menggelar pameran bertajuk ORASI dengan melibatkan kelompok pelukis muda yang menamakan dirinya dengan Tritura (Tiga Tuntutan Rasa)

Pameran Orasi Tritura

Gebrakan yang dilakukan Ars Longa tidak tanggung-tanggung, untuk pamerannya kali ini mereka menghadirkan Arahmaiani seorang kurator dan kritikus seni rupa kondang yang memiliki pengalaman internasional.

Rasanya agak janggal, pameran pelukis muda dikritisi oleh seorang kurator besar. Namun, itulah yang dilakukan Ars Longa agar para pelukis muda bisa mendapatkan masukan dari seseorang yang memang benar-benar memiliki kapasitas.

Dalam pameran kali ini, kelompok Tritura mencoba menyorot keberadaan produk-produk seni yang lahir karena dorongan rekayasa kemauan pasar, dan semakin jauh dari realitas kehidupan.

Selanjutnya Tritura mencoba menawarkan konsep dan sistem produksi alternatif yang memiliki nilai estetis, ideology dan propaganda tinggi.

Coba kita tengok karya Sumarwan, mahasiswa ISI yang juga vokalis kelompok music underground Gastavo ini. Di atas kanvas berukuran 120 x 150 cm, Sumarwan menuangkan idenya dengan balutan dominasi warna merah.

Bagian atas kanvas dilukisan tiga buah awan yang dibalut bendera Amerika, Inggris dan beberapa Negara Eropa lainnya. Masing-masing awan ditumbuhi pohon yang akarnya menjuntai hingga ke bawah dan diperebutkan oleh banyak orang. Bahkan ada di antaranya yang mencoba memanjat akar untuk dapat mencapai awan.

Lukisan ini diberi judul “Mari Bung Rebut Kembali”, kata-kata yang mengingatkan pada semboyan pejuang kita dulu ketika mencoba menegakkan kemerdekaan. 

Inilah kritikan satire Sumarwan, terhadap realitas yang sebenarnya, bahwa kita belum sepenuhnya merdeka. Karena aset-aset strategis bangsa masih dikuasai oleh pihak asing.

Boleh juga kita cermati karya Sahanudin Hamzah alias Hamzrut. Pada kanvas, dia melukis lima tangkai bunga berwarna ungu yang masing tangkainya dirantai dengan rantai betulan. Sebuah karya kombinasi (media mix) antara seni instalasi dengan lukis.   

Hamzrut lantas memasang judul “Controlled Growth” untuk menceritakan realitas tunas-tunas muda yang tidak bisa tumbuh optimum dan wajar, karena terpasung oleh berbagai kondisi sosial.

Selain dua seniman lukis di atas, Pameran Orasi Tritura ini juga melibatkan seniman muda lain seperti, Irwan Guntarto, Iskandar Sy, Duvrart Angelo, Sriyadi Srinthil, dan Satria Nur.

Sejarah Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat

Sumber: www.AnneAhira.com

Sejarah Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat, bermula dari ditandatanganinya perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755. Perjanjian ini membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kerajaan Surakarta di bawah kekuasaan Sri Sunan Pakubuwana II dan  Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat di bawah kekuasaan Pangeran Mangkubumi. Dia kemudian bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I.

Dengan disepakatinya Perjanjian Giyanti ini, maka pertikaian panjang antara Paku Buwana II (Raja Mataram) dan Pangeran Mangkubumi berakhir sudah. Namun demikian, perlu dicatat bahwa perjanjian ini merupakan langkah penyelesaian diplomatik  yang difasilitasi oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Boleh jadi, upaya ini merupakan bagian dari politik devide et impera yang dijalankan oleh Pemerintahan Hindia Belanda.

Zaman Belanda dan Jepang

Selanjutnya, sejarah Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat memasuki babakan baru. Ia mendapat status sebagai daerah istimewa dari Pemerintahan Hindia Belanda. Oleh Belanda, status ini disebut sebagai Zelfbestuurende Lanschappen

Status ini semacam dependence state, hampir seperti negara bagian. Maknanya, kedaulatan dan kekuasaan pemerintahan negara diatur dan dilaksanakan menurut perjanjian atau kontrak politik yang dibuat oleh negara induk bersama-sama negara dependen.

Kontrak politik terakhir antara negara induk (Belanda) dan  Kerajaan Ngayogyakarta adalah Perjanjian Politik 1940 yang ditandatangani oleh Dr. Lucien Adam mewakili Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan Sri Sultan HB IX mewakili Kasultanan Yogyakarta, dimasukkan dalam lembaran Negara Kerajaan Belanda sebagai Staatsblad 1941, No. 47.

Perjanjian itu secara tegas menyebutkan bahwa Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan bagian dari wilayah Hindia Belanda. Oleh karena itu, berada di bawah kedaulatan Baginda Ratu Belanda yang diwakili oleh Gubernur Jenderal. Kerajaan ini juga mewakili Pemerintah Hindia Belanda untuk menjalankan pemerintahan sipil di Yogyakarta. Untuk perannya itu, Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat memperoleh biaya operasional dari Pemerintah Hindia Belanda, sebesar 1.000.000 Gulden per tahun.

Status istimewa ini terus disandang oleh Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat selama kekuasaan Hindia Belanda berlangsung. Bahkan, ketika Jepang masuk menggantikan Belanda, Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat tetap diberi hak istimewa semacam itu oleh Jepang, namun dengan sebutan Yogyakarta Kooti Hookookai

Integrasi dengan RI

Setelah Soekarno – Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI, mau tidak mau Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat harus menunjukkan sikap politiknya.

Pada19 Agustus 1945, Yogyakarta Kooti Hookookai mengadakan sidang dan mengambil keputusan. Intinya, keputusan tersebut adalah bersyukur kepada Tuhan atas lahirnya Indonesia, akan mengikuti tiap-tiap langkah dan perintahnya, dan memohon kepada Tuhan agar Indonesia kokoh dan abadi.

Pada 5 September 1945, Sri Sultan HB IX mengeluarkan amanat yang isinya menegaskan bahwa Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat adalah daerah istimewa yang merupakan bagian dari wilayah Negara RI.

Selanjutnya, Sultan menyatakan dirinya sebagai Kepala Daerah dari daerah istimewa yang wilayahnya melingkupi wilayah Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Setelah Sultan HB IX mengeluarkan amanat ini, selang sehari setelah Presiden Soekarno menyerahkan Piagam 19 Agustus 1945 yang berisikan penegasan bahwa Pemerintah RI mengukuhkan kedudukan Sultan HB IX seperti yang disebutnya dalam amanat 5 September.

Dalam perkembangan selanjutnya, Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat menjadi bagian dari Negara RI, dengan status Daerah Istimewa setingkat Provinsi, tetapi bukan provinsi dan bukan pula monarki konstitusional. Sri Sultan HB IX, kemudian diangkat sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, sampai beliau wafat pada 1988.